Jumat, 29 April 2011

Oleh: Ary Nur Azizah

Ibuku, Malaikatku 

Smiley face. Itulah gambaran sosok ibuku. Wajah cantiknya selalu menyuguhkan senyuman. Aku dan kedua adikku adalah anak-anak yang beruntung karena dari kecil hingga saat ini, kemarahan Ibu dapat dihitung dengan jari. Ibu seringkali hanya menghela nafas atau memilih untuk diam, jika kami sedang bertingkah yang menyebalkan. Suara tingginya jarang kami dapati. Suatu ketika, saudara sepupu kami menyampaikan rasa iri hatinya.

“Enak ya jadi anaknya bulik, ngga pernah kena marah. Kalau ibuku, selalu marah-marah, memukul bahkan mencubit!” ucapnya kesal.

Aku hanya tersenyum. Saat itu, aku belum menyadari sepenuhnya akan berkah ini.

Pada masanya, Ibu adalah bunga desa. Cantik, ramah dan cerdas. Kecerdasannya membuat beliau diterima dengan mudah di sebuah sekolah setingkat SLTP, Pendidikan Guru Agama namanya. Sayangnya cita-cita beliau harus kandas di tengah jalan karena kurangnya biaya. Ibu drop out pada tahun kedua masa studinya. Mendapati hal ini Ibu tak berputus asa. Beliau mengambil kursus menjahit dan menjadi murid terbaik. Inilah bekal bagi hidup beliau selanjutnya, hingga saat ini.

Dari tangannya dihasilkan berbagai jenis pakaian yang indah dan pas dipakai. Pelanggan Ibu tak lagi terhitung jumlahnya. Penghasilannya sangat berguna dalam membantu Bapak yang seorang PNS, untuk memenuhi kebutuhan hidup kami. 

Dalam memoriku, Ibu juga adalah orang yang tegar. Sesulit apa pun hidupnya, Ibu tak pernah mengeluh. Aku tak pernah munjumpai Ibu menangis. Ibu memecahkan semua persoalan dengan kesabaran dan kesederhanaannya. Tanpa banyak bertutur, Ibu telah menunjukkan pada kami arti sabar dan ikhlas dalam menjalani hidup.

Bak malaikat, Ibu selalu menularkan kebaikan. Ah, Ibu… doakan kami agar bisa mengikut jejak langkahmu. Senantiasa bersabar dan ikhlas dalam menapaki jalan kami. Doakan kami, agar terus bisa tersenyum dalam berbagai kondisi, seperti yang sudah Ibu teladankan selama ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar