Jumat, 29 April 2011

Oleh: Leyla Imtichanah

Mama adalah Malaikatku

 “Kamu harus sekolah yang tinggi. Mama ingin semua anak Mama jadi sarjana…”

Itu ucapan Mama yang masih terngiang sampai hari ini, ketika aku mendapatkan surat pemberitahuan bahwa aku berhasil lolos seleksi tanpa tes di sebuah perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia.

Menjadi sarjana… ah, tentu saja dulu itu hanya sebuah angan-angan yang sulit diwujudkan. Mamaku sendiri bukan sarjana. Keluarga besar kami juga tidak banyak yang meraih gelar sarjana. Pekerjaan orang tuaku hanya Pegawai Negeri Sipil, yang gaji bulanannya bahkan tidak cukup untuk makan sehari-hari.

Alhamdulillah, aku lolos PMDK, sebuah jalur seleksi masuk PTN tanpa tes. Meskipun demikian, biaya kuliahnya juga bukan nominal yang kecil. Terlebih aku harus tinggal di rumah kos, terpisah jauh dari orang tua. Bukan hanya uang SPP yang harus dipertimbangkan, tapi juga biaya hidup di perantauan.

Mama meyakinkanku bahwa ia bisa membiayai kuliahku. Dan itu benar-benar dibuktikannya. Meski aku tidak bisa berfoya-foya, setidaknya aku tidak pernah telat bayar SPP, bayar uang kos, dan kelaparan. Sementara beberapa temanku yang lain sampai harus mendapatkan teguran karena belum membayar SPP, diusir oleh ibu kos karena menunggak, dan harus puasa Daud (puasa dua hari sekali) karena tidak punya uang untuk beli makan.

Mama bekerja keras untuk menyekolahkanku. Pagi hari ke kantor, dan malam hari menjahit pakaian pesanan orang-orang. Sering sekali Mama tidur di atas jam satu malam. Paginya sudah bangun lagi untuk membuatkan sarapan dan berangkat ke kantor.

Mamaku adalah malaikatku…. Usaha kerasnya telah membuahkan hasil. Aku berhasil lulus dengan nilai memuaskan. Sayang, aku tidak bisa membalas semua jerih payah Mama, karena kini ia telah berada bersama para malaikat di dalam kuburnya yang damai, hanya tiga tahun setelah aku diwisuda menjadi sarjana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar