Jumat, 29 April 2011

Oleh: Ary Nur Azizah

Ibuku, Malaikatku 

Smiley face. Itulah gambaran sosok ibuku. Wajah cantiknya selalu menyuguhkan senyuman. Aku dan kedua adikku adalah anak-anak yang beruntung karena dari kecil hingga saat ini, kemarahan Ibu dapat dihitung dengan jari. Ibu seringkali hanya menghela nafas atau memilih untuk diam, jika kami sedang bertingkah yang menyebalkan. Suara tingginya jarang kami dapati. Suatu ketika, saudara sepupu kami menyampaikan rasa iri hatinya.

“Enak ya jadi anaknya bulik, ngga pernah kena marah. Kalau ibuku, selalu marah-marah, memukul bahkan mencubit!” ucapnya kesal.

Aku hanya tersenyum. Saat itu, aku belum menyadari sepenuhnya akan berkah ini.

Pada masanya, Ibu adalah bunga desa. Cantik, ramah dan cerdas. Kecerdasannya membuat beliau diterima dengan mudah di sebuah sekolah setingkat SLTP, Pendidikan Guru Agama namanya. Sayangnya cita-cita beliau harus kandas di tengah jalan karena kurangnya biaya. Ibu drop out pada tahun kedua masa studinya. Mendapati hal ini Ibu tak berputus asa. Beliau mengambil kursus menjahit dan menjadi murid terbaik. Inilah bekal bagi hidup beliau selanjutnya, hingga saat ini.

Dari tangannya dihasilkan berbagai jenis pakaian yang indah dan pas dipakai. Pelanggan Ibu tak lagi terhitung jumlahnya. Penghasilannya sangat berguna dalam membantu Bapak yang seorang PNS, untuk memenuhi kebutuhan hidup kami. 

Dalam memoriku, Ibu juga adalah orang yang tegar. Sesulit apa pun hidupnya, Ibu tak pernah mengeluh. Aku tak pernah munjumpai Ibu menangis. Ibu memecahkan semua persoalan dengan kesabaran dan kesederhanaannya. Tanpa banyak bertutur, Ibu telah menunjukkan pada kami arti sabar dan ikhlas dalam menjalani hidup.

Bak malaikat, Ibu selalu menularkan kebaikan. Ah, Ibu… doakan kami agar bisa mengikut jejak langkahmu. Senantiasa bersabar dan ikhlas dalam menapaki jalan kami. Doakan kami, agar terus bisa tersenyum dalam berbagai kondisi, seperti yang sudah Ibu teladankan selama ini.

oleh: Algera Roma

mama terhebat sedunia... my hero!
Mama adalah pahlawanku. Aku sayang Mama. Meski seringkali aku bandel dan membuatnya mengomel, sesungguhnya aku sayang Mama--yah... meskipun kuyakin kasih Mama padaku masih jauh lebih besar. Ada satu kejadian yang masih melekat di kepalaku, meski itu sudah bertahun yang lalu. Waktu itu aku jatuh sakit, demam tinggi dan tak kunjung sembuh meski sudah minum obat. Tak terlalu parah untuk membuatku masuk rumah sakit, tapi cukup menyakitkan untuk menjadikanku tak bisa bangkit dari tempat tidur. Masih kuingat bagaimana Mama cemas. Tapi aku heran, ia tak menunjukkan kecemasannya di depanku. Aku baru sadar bahwa Mama khawatir atas sakitku, ketika di suatu malam itu ketika aku tertidur kurasakan tanganku digenggam, dengan sangat pelan. Kubuka mataku, dan kulihat Mama memejamkan mata, menangis: berdoa. Mama menangis menyebut namaku dalam doanya, memohonkan kesembuhanku. Sampai sekarang aku selalu ingat kejadian itu, dan tak kan kulupakan...


Yah.., itu kan hanya satu kejadian saja. Banyak hal, tiap detail yang menunjukkan bahwa Mamaku hebat. Aku selalu mendapat kasih Mama. Aku selalu merasa Mama menyayangiku, meski terkadang kami bertengkar... Tapi Mama tak pernah melupakanku. Aku selalu diberikannya yang terbaik yang ia bisa berikan. Mama selalu menyiapkan sarapanku, meski aku sudah kuliah. Hehehe... Mama juga suka membaca apa yang kubaca, dan kami jadi mengobrol asik karenanya. Mama mengajariku memasak, memberi tahu trik-triknya, berusaha membuatku pintar memasak makanan yang enak sepertinya (yang membuatku merana hidup sendiri di kamar kos karena tak makan masakan Mama). Yang paling penting: Mama juga menjadi temanku, yang mengajarkanku apa itu sabar, jujur, dan yang mana yang salah supaya tak kulakukan...


Sungguh.., aku sayang mamaku: the best mom in the world..!
:)

Oleh: Leyla Imtichanah

Mama adalah Malaikatku

 “Kamu harus sekolah yang tinggi. Mama ingin semua anak Mama jadi sarjana…”

Itu ucapan Mama yang masih terngiang sampai hari ini, ketika aku mendapatkan surat pemberitahuan bahwa aku berhasil lolos seleksi tanpa tes di sebuah perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia.

Menjadi sarjana… ah, tentu saja dulu itu hanya sebuah angan-angan yang sulit diwujudkan. Mamaku sendiri bukan sarjana. Keluarga besar kami juga tidak banyak yang meraih gelar sarjana. Pekerjaan orang tuaku hanya Pegawai Negeri Sipil, yang gaji bulanannya bahkan tidak cukup untuk makan sehari-hari.

Alhamdulillah, aku lolos PMDK, sebuah jalur seleksi masuk PTN tanpa tes. Meskipun demikian, biaya kuliahnya juga bukan nominal yang kecil. Terlebih aku harus tinggal di rumah kos, terpisah jauh dari orang tua. Bukan hanya uang SPP yang harus dipertimbangkan, tapi juga biaya hidup di perantauan.

Mama meyakinkanku bahwa ia bisa membiayai kuliahku. Dan itu benar-benar dibuktikannya. Meski aku tidak bisa berfoya-foya, setidaknya aku tidak pernah telat bayar SPP, bayar uang kos, dan kelaparan. Sementara beberapa temanku yang lain sampai harus mendapatkan teguran karena belum membayar SPP, diusir oleh ibu kos karena menunggak, dan harus puasa Daud (puasa dua hari sekali) karena tidak punya uang untuk beli makan.

Mama bekerja keras untuk menyekolahkanku. Pagi hari ke kantor, dan malam hari menjahit pakaian pesanan orang-orang. Sering sekali Mama tidur di atas jam satu malam. Paginya sudah bangun lagi untuk membuatkan sarapan dan berangkat ke kantor.

Mamaku adalah malaikatku…. Usaha kerasnya telah membuahkan hasil. Aku berhasil lulus dengan nilai memuaskan. Sayang, aku tidak bisa membalas semua jerih payah Mama, karena kini ia telah berada bersama para malaikat di dalam kuburnya yang damai, hanya tiga tahun setelah aku diwisuda menjadi sarjana.

Oleh: Amena Divine

Ibu, Malaikat yang Dikirim Tuhan Untukku

Jika ibuku disandingkan dengan para Malaikat, para malaikat itu barangkali akan tertunduk lesu, tak sanggup menanggung malu.

Bagaimana tidak, jika mereka yang merupakan makhluk supranatural yang dianugerahi kemampuan spesial dari Tuhan jauh di atas para insan hanya mampu menangani satu kerjaan, sedangkan ibuku? Ah.. walau dia hanya manusia biasa, bukan siapa-siapa, dan barangkali tidak diperhitungkan oleh dunia, namun dia mampu mengambil alih semua tugas mereka, dia ikhlas menyerahkan seluruh hidupnya untuk keluarganya, dan semua itu karena cinta...

Jika Allah mengutus Malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad dan seluruh umat, aku punya ibu yang mengajarkanku hal-hal sederhana namun sangat berharga semenjak balita, ibuku adalah pendidik pertama jauh sebelum guru-guruku.

Jika Mikail bertugas untuk mengatur hujan dan memberikan rezeki untuk penduduk bumi, aku justru merasakan rezeki itu dari tangan ibuku sendiri. Karena dari tangannya terhidangkan beraneka ragam makanan untuk aku dan keluargaku makan setiap hari, belum lagi ketika anaknya yang manja ini sakit, diapun merelakan tanggannya untuk menyuapi.

Jika Malaikat Israfil itu mendapat tugas untuk meniup sangkakala, maka ibuku setiap saat bersuara, menyuruhku untuk mengaji, mengingatkanku untuk sholat tepat waktu, dan beribadah pada Tuhanku. Uh, lebih mulia bukan?

Namun berbeda dengan Malaikat Izrail yang bertugas melenyapkan nyawa, ibuku malah melahirkan sebuah jiwa, berupa manusia. Hmm.. perbandingan terbalik ini justru semakin memperlihatkan kehebatan ibuku dibanding malaikat itu, dan membuat semakin tinggi juga pujiku.

Jika Malaikat Munkar dan Nakir menanyai manusia ketika sudah berada di peristirahatan jasadnya nanti, ibuku sekarang pun senantiasa rajni melakukannya, saat kami bersama selalu ada tanya tentang bagaimana hariku berjalan adanya, dan akupun akan bercerita panjang lebar padanya. Lebih menyenangkan dan tanpa beban tentunya, tidak seperti menghadapi malaikat nanti yang pasti akan penuh dengan peluh dan resah.
Lalu ada juga Malaikat Raqib dan Atid yang bertugas menulis amal kebaikan dan kejahatan. Yaya.. ibuku memang tidak mencatatnya, tapi jelas dia hapal di luar kepala segala sesuatu tentangku, terlebih dia memahamiku.

Dan terakhir, Malaikat Malik serta Ridwan, tentu sudah kita ketahui bersama apa tugasnya, menjaga pintu Surga dan Neraka. Oh dear… bahkan tugas ibuku lebih sulit daripada itu, dia menjagaku agar tak akan pernah meski sebelah kakipun menginjak tempat yang bernama Neraka dan selalu menasihatiku dengan kebaikan agar nantinya di kehidupan sesudah mati aku bisa hidup bahagia, abadi di Surga.

Ah.. sungguh wujud cinta yang manis dan indah sekali. Nah, dari semua analogi di atas itu, tidak berlebihan bukan kalau ibu bagiku merupakan malaikat yang sengaja dikirimkan Tuhan untukku!? :)

Oleh: Noviane Asmara

Ibu...

Ketika ku berkata dengan nada tinggi padanya, beliau hanya tersenyum sambil mengelus-elus pundakku penuh kasih. Ketika aku mendapat bonus dan dengan arogannya pergi liburan tanpanya untuk bersenang-senang dengan teman-temanku, beliau hanya berkata “hati-hati, Dhe.”

Tapi, ketika aku sakit , terkapar dan sendirian di tempatku merantau, beliau-lah orang yang pertama datang menjenguk dengan rasa paniknya yang luar biasa dan lalu merawatku layaknya aku seorang bayi. Dan ketika aku dalam keadaan terpuruk, putus asa dan tertekan, hanya pelukan lembut beliau-lah yang bisa menghapus segala nestapa dan lara ini.

Tangan ajaib beliau penuh dengan berkah dan keteduhan, bagaikan  As-syifa—obat untuk diriku.
Sering kubertanya-tanya, terbuat dari apakah hati beliau. Bagaimana beliau bisa selalu tenang, selalu lembut, penuh dengan rasa sabar, sarat dengan pengampunan dan juga menyimpan cadangan energi begitu besar dikala anak-anaknya lari pada beliau.

Mamah… Dhe sayang banget ama mamah”.

Kalimat itu pernah dengan malu-malu aku lontarkan kepada beliau, saat beliau menghiburku dengan cerita-ceritanya yang sarat wejangan dan selalu berhasil mendinginkan hati dan otakku  yang sedang error.
Beliau pernah berkata bahwa sampai kapan pun, aku akan selalu menjadi gadis kecilnya. Beliau akan selalu ada di sampingku kala aku terjaga dari mimpi burukku dan akan selalu membuatkan segelas teh manis hangat di saat aku kedinginan.

Mamah, kau memamg manusia super, makhluk yang diciptakan Tuhan dengan segala kelebihan yang tidak dimiliki oleh seorang pria.

Kau  ibarat dian yang akan selalu menyala demi menerangi jalan hidupku yang masih tertatih. Kau ibarat selimut tebal yang siap menghangatkanku dikala dingin melanda.

Kaulah Malaikat Pelindungku, yang selalu menyertaiku dengan doa-doa indahmu dan selalu siap memayungiku dengan sayap kasihmu yang terbentang tanpa batas.

Bagiku, tak ada seorang pun yag dapat menggantikan peran muliamu, peran yang hanya bisa dilakukan olehmu. Wanita yang telah melahirkanku. Wanita yang di mana surga berada di bawah telapak kakinya. Peran yang sangat terhormat, dengan menjadi seorang Ibu.

Mamah…

Untuk keseribu kalinya, Dhe ingin katakan kalau Dhe sayang dan sangat mencintai Mamah.

Luv you, Mom.

Pelukanmu, akan selalu aku butuhkan seumur hidupku.

Oleh : Nurul Latifah/ Nih'nurul Sebatangkara

Malaikat Berhati Penyayang

Ini adalah sebuah kisah yang dituturkan seorang anak mengenai malaikat berhati penyayang, yang tidak pernah mengerti arti kebencian meskipun anak yang sangat dikasihinya selalu menyakiti hatinya. Aku tidak pernah mengakui setiap kesalahanku pada ibu, meskipun keinginan itu selalu ada setiap melihatnya meneteskan air mata karena menyesali keangkuhan yang menjadikan diriku sebagai sosok pengganti maling kundang.

Ibuku jarang merasakan suasana dunia luar yang selalu menawarkan bayang-bayang kesenangan semata, Ia lebih senang berada di antara kepulan asap, terbuai di dalam kelelahan demi menyiapkan sesuap nasi untuk buah hatinya. Apakah ia pernah mengeluh? Jawabannya tidak sama sekali, justru ia yang selalu mendengar keluhanku tentang masakannya yang biasa-biasa saja, padahal aku tahu makanan itu dibuatnya dengan penuh cinta kasih. Tetapi semua itu berubah saat aku melihat kedua matanya sembab karena genangan air mata, lirih suaranya menuturkan harapan-harapan serta mimpinya yang ditujukan kepada diriku.

"Semoga anakku menjadi seorang yang penyayang, yang mengerti dan paham tentang arti pengorbanan, yang selalu sabar di antara terjal cobaan dan selalu berbakti kepada kedua orang tuanya."

Hatiku luluh. Tak bisa kubayangkan betapa besar dosa seorang anak yang menyia-nyiakan ibunya, apalagi aku yang masih butuh belaian kasih sayang dari seorang Ibu yang memiliki hati penyayang layaknya seorang malaikat. Sejak saat itu, aku memutuskan untuk mengubur sifat angkuh dalam diriku, dan sedikit demi sedikit belajar untuk mengerti perasaan seorang ibu sebenarnya, yang sabar, penyayang dan tak pernah mengeluh diantara terjal cobaan. Aku menyayangimu ibu, tak ada hal yang mampu menggantikan kasih sayangmu untuk diriku di dunia fana ini.

Oleh: Anggia Ramadhani Lubis

My Mom Is My Hero

Berbicara tentang sosok ibu, pasti kita akan punya banyak gambaran dan kata-kata untuk melukiskan  sosok ‘pahlawan’ bagi anak-anaknya ini. Tidak akan cukup selembar atau dua lembar kertas untuk menuliskan semua hal tentang ibu.

Seperti aku, yang tidak akan pernah bosan untuk terus melukiskan sosok beliau bagi hidupku.  Ibuku bukan seorang superstar, bukan pahlawan negara, bukan wanita karir dan bukan pula pengusaha sukses. Beliau hanya seorang ibu rumah tangga biasa yang setia dengan pekerjaan rumahnya― dari pagi hingga malam. Tiada pernah jenuh dan mengeluh dengan semua ‘kerepotan’ yang di-lakoni-nya.  Seorang ibu rumah tangga yang lebih tertarik untuk mengasuh, membimbing, menjadi sahabat, menjadi kakak, dan menjadi tempat tumpahan segala keluh kesah anak-anaknya.

Ibuku memiliki karakter yang―180 derajat―bertolak belakang dari kepribadianku.  Ibuku adalah orang sangat sabar, kuat, penyayang, aktif dan lincah.  Sangat berbeda denganku yang memiliki watak yang keras dan pendiam.  Menurut penilaianku sendiri dan orang lain, watak kerasku itu adalah turunan dari ayah.  Walau demikian ibu tetap sabar menghadapi dan ‘melayani’ setiap hal yang ku mau, karena dahulu aku sangat manja kepada beliau.

Ketika aku kelelahan sepulang sekolah, tidak pernah sedikitpun beliau memintaku untuk membantunya di dapur. Beliau begitu memahami raut wajah dan gerak tubuhku yang kelelahan karena seharian belajar di sekolah. Dengan senang hati beliau kerjakan seluruh pekerjaan rumah sampai selesai tanpa dibantu oleh pembantu maupun anak-anaknya. 

Di malam hari, beliau juga aktif ‘melibatkan diri’ untuk membantu aku yang kesulitan menyelesaikan seluruh tugas sekolah. Mengajariku dengan sabarnya sampai aku benar-benar paham.  Tidak hanya sebagai ‘guru’ di rumah, beliau juga bisa menjadi sahabat atau  tempat curhat bagi anak-anaknya―dan tentunya bagi ayahku pun juga.  Ibuku adalah sahabat setia ayahku dalam hal curhat.  Tidak hanya itu, sebelum beliau―ibuku―dipanggil oleh Sang Pemilik Nyawa, beliau pernah sakit selama lebih kurang 2 tahun. Pada saat itu sifat manjaku belum berubah. Aku jarang mau ‘melibatkan diri’ untuk mengerjakan pekerjaan rumah, tetapi beliau tetap tidak pernah memaksaku untuk membantu pekerjaannya. Beliau kerjakan seluruh pekerjaannya dengan baik dan―ku tegaskan sekali lagi―tanpa rasa mengeluh sedikitpun! Sifat ikhlas dalam mengerjakan sesuatu selalu ditunjukkan oleh ibuku.

Ada dua nasihat yang tidak pernah akan ku lupakan sampai kapanpun. Nasihat yang selalu tertanam dalam hati dan pikiranku. Beliau pernah berpesan,  “jangan pernah kamu mengeluh dan marah kepada takdir yang telah ditetapkan ketika roda kehidupanmu berada di bawah, dan jangan kamu tunjukkan ‘keluh’mu kepada suamimu ketika ia mengalami kesusahan, kelak saat kamu telah menikah. Dan jangan pernah tinggalkan sholat-mu ya, Nak”.

Kata-kata dan perjuangan hidup ibuku adalah inspirasi bagiku. Walau aku tidak akan pernah bisa jadi seperti beliau, tetapi aku akan selalu menjalankan apa yang telah dinasihatkannya untukku dan saudara-saudariku. Kini aku telah merasakan apa yang menjadi tugasnya sebagai ibu rumah tangga―menggantikannya dalam menjalankan semua tugas di rumah. 

My Mom is Hero. Tanpa didikannya aku tidak akan pernah menjadi aku yang sekarang.  Pengabdian sebagai anak yang sholeha adalah kado yang hanya dapat ku persembahkan untuknya saat ini. Insya Allah.

Oleh: Abie Dewox Al-Utsmani

Ibuku "Malaikatku"

Beliau mengandung diriku kurang lebih 9 bulan. Selama 9 bulan tersebut, beliau merasakan suka duka mengandung diriku yang masih dalam kandungan. Dalam proses mengandung tersebut beliau juga berjuang keras untuk kesehatan janinnya (yaitu diriku). Apalagi ketika melahirkan diriku di bulan Februari 1984, pastinya beliau mempertaruhkan nyawanya. Subhanalloh... Maha Suci Alloh yang menciptakan seorang perempuan, apalagi yang mengandung serta melahirkan anaknya... Namun diriku ga bisa berbakti langsung kepada beliau, karena beliau telah dipanggil olehNya ketika usia diriku mencapai 3 tahun. Di mana ketika itu beliau mau melahirkan adikku yang ke dua. Beliau dan adik bungsuku dijemput oleh Malaikat Izroil. Semoga Alloh Swt mengampuni dosa-dosa beliau dan menerima semua amal baiknya. amin...

Ibu adalah "Malaikatku" yang mana tidak dapat aku rasakan (secara langsung) kasih sayangnya, tpi dapat aku rasakan melalui hati ini. Hanya doa yang bisa berikan kepadanya yang ada di alam barzah sana. Allohumaghfirlaha.... amin....

Oleh: Rizky Pratama

Ibuku, Malaikatku

Membahas tentang sosok seorang ibu memang tiada habis-habisnya. Bagiku Ibuku bukan hanya sekedar orang yang melahirkan kita ataupun super hero yang selalu ada di dekat kita saat kita membutuhkan bantuan. Melainkan menurutku, Ibuku adalah sosok malaikat yang dikirim Tuhan kepada kita untuk menyampaikan wahyu atas kehidupan yang di anugerahkan Tuhan kepadaku. Ibuku layaknya malaikat yang menjagaku, memberiku banyak pelajaran, mendidikku, merawatku, serta memberiku tempat untuk mencari sebuah kedamaian, dimana hanya pada sosoknya aku bisa menemukan.

       Ibuku mengajari diriku tentang banyak hal, dari yang kecil sampai yang besar. Mengajariku cara berjalan, berbicara, berpakaian, memakai sepatu, serta hal lain yang di anggap sepele tapi sangat berharga menurutku.Selain mengajari hal itu, Ibuku juga mengajariku banyak makna dari sebuah kehidupan. Saat aku sedang sedih didalam kegalauan, saat aku merasa bahwa di dunia ini aku tidak berharga. Ibuku meyakinkanku bahwa semua orang yang hidup itu berperan, tidak ada manusia yang tidak berguna di dunia ini, bahwa Tuhan menciptakan manusia pasti ada maksud dan tujuannya. Bukan hanya itu saja, saat aku merasa sombong, sanggup melakukan semuanya, Ibuku menasehatiku bahwa aku tidak boleh sombong karena pada dasarnya kesombongan itu hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa dan Yang Maha Sempurna, bahwa manusia adalah makhluk yang ditakdirkan untuk mempunyai kekurangan dan kelebihan, bukan untuk menjadi sesuatu yang sempurna sehingga bisa menyombongkan diri. Itu sebagian pelajaran yang diberikan Ibuku kepadaku hingga membuatku sangat amat paham arti sebuah kehidupan, dan masih sangat banyak lagi pelajaran berharga yang diberikan olehnya tanpa ada satu katapun yang dapat melukiskan besarnya pelajaran itu, hingga aku benar-benar yakin kalau Ibuku adalah sosok malaikat yang tidak memiliki sayap.

      Ya... Malaikat yang tidak memiliki sayap, dengan seluruh pengorbanannya yang membuatku mampu bertahan hidup. Saat sebuah ucapannya menjadi keyakinanku didalam hati, saat kemarahannya membuatku semakin menyayanginya dan yakin dia juga menyayangiku. Dan saat kelelahannya menjadi simbol semangatku untuk selalu menjadi simbol semangatku untuk selalu membahagiakannya.

     Ibuku, penuh kemantapan saat menentukan pilihan yang menyudutkan diriku, selalu menjadikanku yang paling penting dari segalah hal, membuatku seperti masuk kedalam kolam yang penuh madu. Serta, Ibuku selalu meracik dirikku untuk menjadi seseorng yang tegas, tegas dalam mengikuti sebuah naluri yang mengikat. Dan hal itu membuatku yakin seutuhnya bahwa Tuhan telah memberiku sosok malaikat yang paling sempurna dalam segala hal, bahwa semua yang ada pada diriku sekarang ini merupakan butir-butir kesetiaanya terhadap Tuhan yang telah memberinya amanah, yaitu aku.

     Semua hal yang pernah dilakukan ibuku, memang tidak akan pernah bisa aku membalasnya. Membuatnya selalu bahagia dan bangga akan diriku yang mungkin hanya bisa kulakukan. Thank you Mom, you're My Angle. I LOVE U.

Oleh: Lili Ilil

My Mom is My Great Super Woman

Sosok Ibu, memang tiada habisnya membahas peran serta kasih sayang seorang ibu terhadap anak-anaknya.

Ibuku, sosok sederhana yang memberi tauladan yang baik untukku.
Meski hanya bersosok sederhana, namun tidaklah sederhana tugasmu.
Engkau memiliki tugas yang sangat mulia dan diagungkan oleh Tuhan.
Yaitu mengandung, melahirkan, merawat, mengajari serta mendidik sesosok manusia mungil hingga tumbuh besar dan dewasa.

Ibu, engkaulah pahlawanku, malaikatku juga cahaya hidupku.
Engkaulah penuntun dan pembentuk pribadi ku.
Engkaulah dambaanku yang selalu aku rindukan.

Kemanapun aku pergi dan berapa lama pun aku pergi,
yang ku ingat hanyalah pulang.
Pulang ke rumah dimana engkau berada.
Menikmati masakanmu, gurauanmu, candaanmu, tawa dan riangmu
serta kasih sayang dan nasehat baik darimu.

Ibu, malaikatku, pahlawan sepanjang hidupku.
Sampai kapan pun aku tidak akan bisa membalas kebaikanmu.
Maaf jika aku selalu membuatmu susah dan membuatmu bersedih tanpa kusadari.

Ibu, aku akan berusaha untuk membuatmu bahagia, Bu.
Aku akan rela bersusah payah demi engkau Ibuku.
Merasakan letihnya bekerja keras.
Merasakan sakitnya terhantam kekejaman hidup.
Demi membayar setiap tetes peluhmu.
Demi satu senyum yang ingin aku lihat darimu.

Ibu, meski aku tak pernah menyatakan secara langsung,
tapi di dalam hati ini selalu kukatakan,
Ibu, terima kasih atas kebaikan dan didikanmu selama ini.
Peranmu sangat berharga bagiku.Tetaplah menjadi penyemangat dan guru dalam hidupku hingga maut menjemput kita berdua.
Karena sesungguhnya, di dalam hidup setiap orang sukses,
pasti selalu ada sosok Ibu yang berperan serta dibelakangnya.

Ibu, aku ingin engkau selalu ada disampingku.
Agar aku bisa membahagiakanmu di setiap waktuku.

Love Mom as always

Oleh: Chilvi Chilibra/ Chilfia Karunianty

Tentang Mama

Mama adalah sosok pahlawan bagiku. Mama adalah panutanku, pemberi contoh dan tauladan yang baik. Perjuangannya tak pernah usai. Bagiku, mama merupakan sosok yang selalu bisa melakukan apa saja tanpa pernah menyerah atau putus asa. Mama selalu bisa diandalkan pada setiap detik, menit, jam dan hari.

Mama adalah wanita yang terbaik, yang terindah, yang pernah ada dalam hidupku. Tanpanya mungkin aku tak ada di dunia ini, dengan cinta dan kasih sayangnya menjadikan aku tumbuh dewasa dan membuat aku belajar untuk menjadi wanita yang sesungguhnya. karenanya aku menjadi kuat dalam menghadapi kerasnya dunia.

Mama tak pernah memperlihatkan kelelahannya. Meski dia harus menangis disetiap kuterlelap tidur, namun esoknya dia akan menampakkan senyumnya kembali. Hingga kini mama menjadi inspirasiku, mama tetap menjadi yang terbaik bagiku, beliau sudah membuktikkan dan tetap bisa berdiri tegak bagai pedoman bagi keluarganya. Mama sangat berharga bagiku.

Aku bangga menjadi putrinya. Keluarga adalah hadiah terindah di dalam hidupku, termasuk Mama yang selalu menerangi cahaya hidupku. My Mom is My Hero.

Rabu, 27 April 2011

Oleh: Ismi Arub.

Ummi Malaikatku Ummi... Matahariku… Pelita hidupku… Itulah yang muncul dalam benakku saat aku mengingatnya. Ia bagaikan malaikat yang akan selalu menuntunku dan adik-adikku pada kebahagiaan dunia dan akhirat. Ia juga bagaikan super women yang juga gaul tapi syar’i (Yah supaya tidak kalah dari kami, anak-anaknya yang sudah mulai dewasa.. ^^). Ia adalah orang yang lembut, berbudi luhur dan penuh kasih sayang. Pengorbanannya sangat besar dan selalu ada di sisi kami dalam setiap keadaan. Ia menjaga, mendidik dan membimbing kami dengan tulus dan ikhlas. Tidak pernah ia mengharapkan pamrih atas semua ketulusan yang diberikan kepada kami. Ia selalu tersenyum mengiringi hari-hari kami. Aku seperti memiliki ikatan batin yang kuat meskipun dipisahkan oleh Samudera Pasifik sekalipun. Karena ia seolah-olah memiliki mata di mana-mana dan dapat melihat apa saja yang terjadi dengan putra-putrinya. Saat aku dirundung kesulitan dan kesedihan, ia akan menjadi penyejuk. Ia akan memberikan motivasi dan nasihat dan masukan yang mungkin hampir terlupakan. Setelah itu, seolah aku mendapatkan kekuatan dan kepercayaan diri kembali untuk kemudian bangkit. Itulah Ummi, seseorang bagaikan malaikat yang selalu ada untukku dan adik-adikku. Ia bagaikan matahari yang selalu memberikan kehangatan melalui sinar kasih dan cintanya. Semoga Allah selalu menyayangi dan mencintainya sebagaimana ia mencintai kami, anak-anaknya. Engkau yang Kucinta, Ummiku Sayang…

Selasa, 26 April 2011

Oleh: Dion Yulianto

Kita Semua, Sayaaang Bunda!

Aku tidak bisa mengikat tali ayam, beliau mampu. Aku dari dulu tidak tega kalau disuruh menyembelih ayam, beliau sanggup. Aku tidak berdaya membuat tamu kerasan, tapi beliau mengubah sahabatku menjadi sahabat-sahabat barunya. Ketika kandang ayam—yang menjadi sumber penghidupan kami dulu itu—aku jauhi sambil menutup hidung, beliau justru membersihkannya, menegakkan papan-papannya, menambahkan airnya dan memberikan pakannya. Sungguh, sekolahku, kuliahku, pekerjaanku di depan komputer seperti saat ini adalah berkat jasa beliau mengotong, membeli dan menjual kembali ayam-ayam itu. Kepahlawanan beliau laksana epos nan sangat indah, tidak tertuliskan tapi begitu merekat dalam dada. I love you, Bunda. My mom is really my hero!

Oleh: Intan Rahmi

i love you, bunda

ibu dalam hidupku, menjelma bernama bunda. dulu saat kecil, aku sering bertanya pada beliau: "mengapa engkau mengajariku memanggilmu bunda dan bukannya mama atau panggilan lainnya seperti teman-temanku, bunda?".(saat aku masih kecil, panggilan bunda untuk ibu belum sepopuler sekarang ini.) dan beliau pun menjawab: "karena bagi bunda kamu adalah istimewa. maka apapun yang kamu miliki, bunda ingin itu istimewa. bunda ingin kamu berbeda dari yang lain. kamu adalah permata kesayangani bunda."

aku tak menyadari apa maksud yang bunda katakan saat itu, hingga akhirnya aku beranjak dewasa, barulah aku mulai mengerti arti apa makna yang dikatakannya. bunda ingin yang terbaik untukku. aku bahagia mengetahui betapa beruntungnya aku memiliki ibu seperti dia. dan andaikan saja aku memiliki keberanian, ingin sekali aku mengatakan, apapun sebutanmu, bagiku kau tetaplah sosok yang memukau hatiku, teladan yang tak berkesudahan, dan mata air penyejukku.

betapa aku ingin menjadi seseorang sepertinya. hingga terkadang terpikir olehku. mungkinkah aku dapat menyamai dia dalam segala kebaikannya, dalam setiap apapun yang dipikirkan dan dikatakannya? mungkinkah bila kelak aku menjadi ibu, aku kan di puja dan dicinta seperti aku kepadanya?

aku berjuang membalas jasanya, meski pada kenyataan bagiku aku sangatlah jauh dari memberi untuknya. aku mencoba mendalami jiwanya bahkan dengan menekuni profesi yang sama dengannya. bukan karena aku ingin menyainginya... tidak. bukan itu sama sekali. tetapi karena buatku, bunda adalah seseorang yang harus aku tiru. dan aku tak peduli jika ini disebut plagiat kepribadian. sungguh, aku hanya begitu terkagum dan cinta kepada sosoknya.

bunda... aku mencintaimu. bahkan lebih dari yang engkau dan aku tahu.
bunda... aku menyayangimu di setiap sel-sel tubuh yang menyusun tubuhku

Minggu, 24 April 2011

Oleh: Luckty Giyan Sukarno

Mamaku, Panutanku

Mama adalah seorang guru. Beliau adalah guru yang disayangi murid-muridnya.
Pernah suatu hari saat ulangan harian, mama menjanjikan kepada muridnya jika ada yang mendapat nilai sepuluh akan dihadiahi semangkuk mie ayam. Ternyata, satu kelas mendapat nilai sepuluh semua, dan mama pun menuaikan janjinya untuk mentraktir mereka makan mie ayam ;)

Yang lebih lucu, saat murid-murid laki susah disuruh potong rambut. Satu orang yang potong rambut dikasih uang tiga ribu. Anak SD dikasih uang segitu pasti seneng banget. Alhasil, semua murid laki mau potong rambut walaupun dengan iming-iming uang tiga ribu! :p

Tidak hanya muridnya yang diberi perhatian, orang gila pun juga. Ada orang gila yang sering mojok di dekat sekolah tempat mama mengajar. Apa yang beliau lakukan? Mama sering memberikan bekalnya untuk orang itu. Orang gila juga manusia, katanya.

Pernah juga ada mbah-mbah yang membawa dua kurungan ayam. Tua dan jalannya terseok-seok. Tampak kelelahan berjalan kaki membawa barang dagangannya itu. Ketika lewat rumah, mama membeli kurungan ayam itu. Padahal kami di rumah tidak pelihara ayam. Mama bilang, bisa buat kurungan adik kalo bandel tidur siang! :D

Seringkali mama pulang dari pasar membawa daun singkong, pepaya, pisang. Jelas-jelas di kebun rumah banyak. Mama pasti bilang, kasian yang jualan sudah tua… :’)

Mama juga paling gak tega liat anak yang udah nggak punya orangtua; yatim bahkan yatim piatu. Mama selalu membayangkan jika anaknya diposisi tersebut.

Yup, mama mengajariku bagaimana menjalani hidup. Kita hidup tidak sendiri. Ada rejeki orang lain di rejeki yang kita dapatkan. Kita hidup cuma sebentar. Kita mati nggak bawa apa-apa, kita mati cuma bawa amalan.

Walaupun mama sudah lima tahun tiada, makam beliau tidak pernah sepi bunga. Selalu ada yang berziarah. Mama selalu dihati, mama takkan terganti. My Mom is My Hero.. :’)

Oleh: Sulis Langsing

Kartiniku

My Mom is My Hero.

Yah, seorang yang sangat penting dihidup kita, turut andil akan keberadaan kita di dunia ini. Dia hanya seorang ibu rumah tangga yang alhamdulillah diberikan sedikit rizki oleh Allah dengan bekerja di salah satu kecamatan di kota tempat tinggalku. Dia bekerja dengan cara mensurvei orang-orang yang tidak mampu dan terbelakang. Dia sangat dekat dengan mereka, bahkan aku pernah melihat beliau memboncengkan seorang anak dengan keterbelakangan mental yang mepunyai berat badan diatas rata-rata dengan sepeda mini untuk mengantarkannya ke SLB. Beliau bekerja tidak pernah meminta imbalan kecuali gaji tiap bulan yang pas-pasan.

Beliau selalu berpesan kepada saya jangan pernah memilih-milih orang dalam berteman, jangan pernah memalingkan muka dari orang yang "berbeda" dengan kita, mereka semua sama, Tuhan membagi-bagi keistimewaan orang dengan adil. Beliau juga berkata, "kalau punya pendapat dan kamu merasa benar, pertahankanlah." Aku selalu menanamkan itu dipikiranku, di hatiku, berharap kelak aku akan mencontoh dirinya, kebaikannya, keikhlasannya.

Dia adalah dia, tidak ada duanya, dan selalu menjadi diri sendiri. Pahlawan di hatiku, Kartini di bayanganku.

Oleh: Deviani Augustin

my greatest mom

Dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah dari kami, putra-putrinya, Mama ku yang hanya seorang ibu rumah tangga adalah orang paling hebat dan paling kuat di seluruh dunia. Saat papa meninggal  dunia, mama berjuang untuk tetap melaksanakan keinginan papa agar putra-putrinya tetap menyelesaikan pendidikan S1 nya. Saat kami tertimpa musibah, rumah kami terbakar serta kami di minta keluar dari rumah dinas papa,  mama tetap kuat menjalani hidup ini. Tak terbayangkan bila hal tersebut terjadi pada diriku. Belum tentu aku akan menjadi seorang wanita tegar seperti mama. Mama selalu ada kapan pun kami membutuhkannya, mama pun tetap ada saat kami kadang lupa akan mama. Aku selalu berdoa semoga Allah SWT mengizinkan ku untuk membahagiakan mama. Amin. Love u mama, yesterday, now and always.

*dedicated for my beloved mom*

Oleh: Abdul Aziz Safa

Ibu, Pahlawanku

Ibu, betapa dalam dan luas samudra cintamu terhadap anak-anakmu. Cintamu tulus, jujur, sederhana, dan tak pernah dibungkus kompensasi. Selalu kautunjukkan cintamu dengan tindakan nyata sepenuh jiwa. Sedari mengandung, memberi ASI, mengasuh, hingga membesarkan kami. Kaulah pusat gravitasi kasih sayang (madinah al-rahmah) keluarga, yang hanya mengenal hukum cinta dan ketulusan dalam mengantarkan buah hatimu tumbuh dewasa.

Namun, di tengah kesibukan sehari-hari kami, kami sering lupa dan alpa akan peran dan jasa besarmu, Ibu. Padahal, kaulah teladan tertulus yang hidup hanya untuk kami, anak-anakmu. Kau pun rela menampung semua keluh kesah kami yang datang menghampirimu. Pun saat kami sudah membina keluarga, doamu tak pernah berhenti kaukirimkan untuk kami. Di mana bumi kami pijak, di situlah doamu kaujunjungkan kepada pemilik ‘Arasy Yang Maharahman.

Bahkan, di balik kesuksesan kami, ada segudang doa dan pengorbananmu, Ibu. Pengorbananmu lahir dari cinta, cintamu tumbuh bersama cita-citamu untuk membahagiakan kami. Kaulah madrasah yang mencetak kami menjadi pribadi unggul, sekaligus menjadi teman yang melindungi dan menjauhkan kami dari perilaku dan hal-hal yang membahayakan. Wajar jika surga di bawah telapak kakimu sebagaimana disabdakan Nabimu.

Ibu, sampai kapan pun, aku memang takkan pernah bisa membalas cinta dan kasih sayangmu dengan sepadan. Tapi percayalah, bahwa cinta yang kauberikan dan ketulusan yang kauteladankan adalah tonikum vital yang mengalir dalam darahku, dan aku hidup dengan itu. Kini, izinkanlah aku mencintai dan menyayangi istri sebagaimana dulu Bapak mencintai dan menyayangimu. Mungkn inilah cara termudah bagi aku, anak laki-lakimu, untuk menghormati dan memuliakanmu sebagaimana kaupesankan dulu, Ibu.

Jumat, 22 April 2011

Oleh: Vita Wulandari

My Mom is my Hero..



Walaupun diluar sana banyak superhero yang mengaku hebat, tapi bagiku Ibulah superhero yang paling hebat. Tidak semua yang kita inginkan akan kita dapatkan, itulah pelajaran ibu yang tak akan pernah kulupakan. Ibu tidak pernah berencana untuk menjadi janda di usia muda. Ibu juga tidak pernah bermimpi harus bekerja mencari uang sendiri. Namun siapa yang bisa melawan kehendak Tuhan? Ya, jalan hidup membuat Ibu harus ikhlas menerima kenyataan menjadi single mother. Ibu mengasuh anak-anaknya sendirian, tanpa pendamping hidup yang siap membantu setiap saat. Dalam kesendiriannya, Ibu adalah sosok wanita tangguh. Ibu wanita pekerja keras yang setiap hari berangkat pagi dan pulang saat matahari tenggelam di ufuk timur. Dia harus menjadi Ibu sekaligus ayah bagiku. Menanggung dua peran dan tugas di pundaknya tentu saja tidak mudah, meski akhirnya tak mustahil untuk dilakukan. Terlintas kembali kenangan bagaimana dulu Ibu bekerja keras hanya untuk uang sakuku yang bernilai seratus rupiah, nilai yang mungin tak pernah lagi di dengar anak jaman sekarang. Maih jelas dalam ingatanku bagaimana Ibu berusaha menjadi tulang punggung keluarga yang tak pernah mengeluh dan selalu menyembunyikan keletihan di mata anaknya. Teringat gimana semangatnya Ibu membuatkan aku baju, teringat gimana khawatirnya Ibu waktu aku sakit, teringat gimana stressnya Ibu waktu aku diperlakukan tidak fair. Maka tidak salah jika aku memberikan apresiasi, My Mom is my Hero. You know i do everything for you Mom, im so sorry if everything i do all of these times is just not enough for you.. I love u mom, i really relly do..

Happy Kartini's Day all mothers in the world, we love you...

Oleh: Setia Wati

My Mom is My Hero

Bercerita ataupun mendengarkan kisah tentang sosok ibu―bagiku pribadi―selalu menyisakan hal yang menyesakkan qolbu. Untuk diketahui, ibuku bukanlah sosok wanita karir yang penuh percaya diri menenteng notebook  untuk bekerja di belakang meja kantor nan eksklusif. Ibuku hanyalah seorang  ibu rumah tangga biasa. Seorang wanita sederhana dengan kekuatan fisik dan batin luar biasa yang tertempa dari kerasnya perjalanan hidupnya.

Ibuku bukan  seorang ibu ‘gaul’ yang biasa berkumpul dengan para remaja belasan tahun dan bercerita apa saja. Pembawaannya yang ‘angker’―terkesan sangar, cool dan tidak doyan berbasa-basi―tak jarang membuatku urung untuk bercerita pengalamanku yang bersifat pribadi. Jujur  kuakui, ibuku bukanlah ‘tempat curhat’ yang pas seperti kebanyakan ibu-ibu lainnya. Diam-diam aku iri pada sahabat-sahabatku yang bisa dengan leluasa ‘bercuap-cuap’ bersama ibunya.  Sifat kerasnya yang tak menerima perbedaan sudut pandang antara beliau dan anak-anaknya selalu menciptakan atmosfer ketegangan yang tak jarang berujung perselisihan. 

Akan tetapi,  tangan dingin itulah yang telah dengan setia merawatku saat panas menyerang sekujur tubuh―karena gejala typus―di awal tahun kedua SMA. Beliau juga yang rela berlelah-lelah menungguiku―yang terus merengek dan mengerang karena sakit gigi―lalu mengantarku ke dokter  detik itu juga padahal itu jam 3 pagi! Belum lagi,  saat kesibukan kerja tak pernah menyisakan jeda untukku mengurusi diriku, pagi itu aku sungguh terharu, karena mendapati dalaman gamisku―yang kebetulan koyak dan belum sempat kujahit―kutemukan telah  tertambal dan terjahit rapi di atas kursi. Dan lagi, masih banyak lagi … semua itu telah dengan sangat sukses menyadarkan bahwa aku sangat beruntung memiliki seorang ibu sepertinya *hiks hiks* (lebay). Alhamdulillaah …. Kadang aku sendiri takjub, darimana datangnya kekuatan laksana ‘seribu tangan’ yang seolah tanpa lelah mengurusi keluarga dengan beragam tingkah polah.

Betapapun seringnya terjadi  ketidakcocokan antara aku dengan beliau―sebagai ibu dan anak―aku tidak akan pernah mengingkari bahwa darah yang mengaliri tubuhku adalah  darah beliau. Sifatku yang keras kepala merupakan turunan dari gen beliau. Dan lagi, aku juga mewarisi kecerdasan dan kekuatannya sebagai seorang perempuan. Malah banyak yang bilang, aku ini adalah ‘duplikat’nya beliau.

Dengan seluruh ‘atribut’ yang ada padanya, aku bangga dan bersyukur punya ibu. Ratusan atau bahkan ribuan lembar kertas takkan pernah mampu mencatat banyaknya jasa, kemuliaan hati dan belai kasihnya terhadap anak-anaknyaSemoga Allah selalu memudahkan jalan ibu….  I’m proud of her, because my Mom is my Hero! :)

Oleh: 'Hypoglossus Juni Hurairah

My Mom Is My Hero

  
My mom is my hero. Hmm, mungkin banyak pahlawan-pahlawan yang bertebaran di Indonesia ini yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional karena perjuangan mereka dalam membela tanah air mereka. Tapi bagi diriku, ibuku atau biasa ku panggil emak dari kecil ini benar-benar menjadi sosok pahlawan bagiku.

Tentu saja, emak yang telah mengandungku dan merawatku dari kecil dengan kasih sayangnya. Belum lagi kasih sayangnya dalam merawat dan mengasuhku hingga tak henti-hentinya mengalir deras seiring umurku yang kini sudah memasuki usia ke delapan belas. Tak ada yang kurang satu pun. Hanya untaian kata yang dapat ku tuliskan di sini. Mom, I love you forever.

Oleh: Abdul Kholiq

Mamak Saya yang Luar Biasa


Mamak (Ma’e)…
Demikian saya biasa memanggil sosok bernama Cholilah, perempuan paruh baya yang lahir 56 tahun silam yang telah mengandung dan melahirkan saya. Mendengar panggilan keseharian yang saya sematkan padanya saja, Anda mungkin akan langsung menggiring persepsi Anda pada sebuah kesimpulan bahwa sosok tersebut tinggal di sebuah kampung yang jauh dari keramaian kota. Jika demikian kesimpulan yang Anda persepsikan, maka Anda telah berhasil melewati satu tahap dalam menggambarkan sosok bunda (maaf, mamak) saya. Jujur, untuk menggambarkan sosok mamak, saya merasa kesulitan jika harus menjelaskan secara detail kondisi fisiknya, jadi tolong izinkan saya untuk menceritakan rutinitas yang dijalani mamak sehari-hari saja [hasil investigasi jika saya sedang di rumah hehehe…].

Keseharian mamak saya setelah sholat subuh biasanya diawali dengan menjual sayur mayur ke pasar sekaligus belanja kebutuhan dapur (itu pun kalau sedang ada uang di tangan mamak untuk belanja, sebab jujur saja tidak setiap hari mamak saya memegang uang), kemudian dilanjutkan dengan memasak untuk keluarga, khususnya untuk anak semata wayang, yaitu saya (tapi jangan pernah sekali-sekali mengasumsikan mamak saya seperti pembantu dalam urusan memasak lho ya…soalnya kadang juga gantian saya yang masak kalau lagi di rumah). Jika urusan dapur dan sumur telah selesai, mamak saya biasanya langsung mempersiapkan peralatan kantornya seperti seragam dinas, pisau/arit, tudung,tenggok, dan selendang untuk selanjutnya berangkat ngantor (sekedar informasi, kantor mamak saya ada di tiga tempat, yaitu: tegal, sibujet, dan siaren). Sesekali, mamak juga menggendong bekal berupa lemi (kotoran sapi/kambing bercampur sampah yang sudah kering) untuk dibagikan kepada pihak-pihak yang membutuhkan di kantor.

*Beralih ke kantor dinas mamak.* Di kantor, aktivitas mamak berkisar antara memetik sayuran yang sudah bisa dipetik, membersihkan rerumputan yang mengganggu tanaman padi atau sayuran, atau memberi makan tanaman dengan bekal yang dibawa mamak dari rumah jika tanaman tersebut sedang membutuhkan tambahan gizi. Jika ada sayur yang bisa dibawa pulang, itu pertanda bahwa keesokan harinya akan ada sejumput rupiah di tangan mamak. Namun jika tidak ada hasil dari kantor yang bisa dijual ke pasar, ‘mengais’ sayur di kantor untuk kebutuhan rumah menjadi solusinya. Malam hari selepas Isya (jika sedang gayeng tentunya), televisi 14 inci menjadi satu-satunya hiburan mamak. Jika sedang memproduksi, biasanya di sambi dengan njeweri slondok. Hingga kini, rutinitas tersebut masih terus dijalani oleh mamak.

Pertanyaanya sekarang, dengan rutinitas yang demikian, bagaimana mamak mampu membiayai kuliah saya hingga selesai (alhamdulillah tepat waktu dan berhasil menggondol predikat cumlaude, tapi kalau yang kedua mungkin lebih karena faktor keberuntungan kali ya hehehehe..)?, di sinilah mengapa saya menyebut mamak saya luar biasa (luar biasa dalam kacamata saya tentunya). Dengan hanya membebankan biaya kuliah dan kebutuhan hidup saya sehari-hari dari keuntungan kantor semata yang tidak dapat ditebak, tentu merupakan hal yang berat buat mamak, meskipun juga bukan hal yang tidak mungin (tidak seperti kebanyakan teman-teman yang lain, kebetulan segala kebutuhan saya selama kuliah masih menggantungkan diri pada orang tua). Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka tidak jarang mamak sering berhutang kepada tetangga jika sedang tidak ada uang sementara biaya kuliah harus segera dibayarkan [saya utarakan hal ini karena saya menganggap bahwa berhutang bukanlah sebuah aib yang harus ditutp-tutupi. Jika kondisi memang memaksa kita untuk berhutang dan selama kita mampu bertanggungjawab, so what gitu loh… Semoga Anda semua sepakat dengan anggapan ini, soalnya saya juga sering berhutang hehehehe…]. Kerja keras mamak semakin saya rasakan setelah bapak meninggal 2 tahun silam, sehingga nyaris semua beban saya dan keluarga ditanggung sendiri oleh beliau hingga masa studi saya selesai.

Di mata saya, proses panjang yang dilakoni mamak dalam ‘menghidupi’ saya merupakan satu bukti nyata bahwa mamak saya memang luar biasa. Kalaupun ada, biarlah orang mengatakan mamak saya kampungan karena tidak bisa mengoperasikan handphone, norak karena tidak pernah up date dalam hal fashion, dan non-nasionalis karena tidak fasih berbahasa Indonesia. Yang jelas, dengan segala kekurangan yang ada, bagi saya mamak adalah Kartini yang telah menuntun saya keluar dari gelap menuju terbitnya terang.

Ma’e… meski engkau tidak tahu apa itu facebook, dengan perantaraan buah tangan Mark Zuckerberg ini anakmu berdoa mugi-mugi Gusti Ingkang Kuoso tansah paring kawilujengan lan panjang yuswo dateng mamak, amien…love you so much and you are the most precious treasure that I have right now.

Oleh: Winda Rianti

My Mom is Supermom…



Supermom selalu ada dan hadir ketika aku kesulitan, tak perlu membunyikan alarm atau jeritan minta tolong karena Supermom mempunyai kepekaan hati yang luar biasa. Meskipun aku berusaha menyembunyikan segala kesulitan dan masalah dalam hati yang terdalam, namun Supermom mempunyai penglihatan super yang sanggup menyelusuri hatiku yang terdalam.

SuperMom memiliki energi yang ekstra dahsyat, selain terjun untuk mendidik calon-calon hero di luar rumah, Supermom masih harus mengerjakan segudang pekerjaan rumah tanpa asisten. Melihat kecepatan Supermom membereskan rumah kapal pecah, segunung cucian, setumpuk setrikaan dan hal lainnya,  terkadang menimbulkan kecurigaan pada diriku bahwa dirinya mempunyai semacam senjata rahasia.  Supermom hanya tertawa ketika kutanya tentang senjata rahasianya, Supermom bilang waktulah yang menempanya untuk bisa gesit menyelesaikan seluruh pekerjaannya. Sesibuk apapun Supermom, aku tak pernah merasa kehilangan sosoknya.

Supermom senantiasa siap berkorban apapun, kapanpun… meskipun terkadang perjuangannya selama ini tak mendapatkan balasan hadiah atau pujian malah terkadang kubalas dengan luka di hatinya, kesedihan, dan kekhawatiran..
Namun SuperMom mempunyai hati seluas langit yang selalu memaafkan kesalahan2 yang telah kuperbuat dan menyambutku dengan tangan terbuka berhias senyuman, memelukku dan menciumku dengan hangat.

Bagiku my mom is my hero...
a real hero: a Supermom !!!

Teruntuk: Para Supermom dan calon Supermom...
Semoga bisa melahirkan lebih banyak hero-hero di dunia ini..